AstraSatu Indonesia

Digitalisasi Dunia

Perusahaan Teknologi Besar Dunia Layoff Massal Gara-Gara AI! Apa yang Terjadi?

Tahun 2025 menjadi saksi bisu gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran di industri teknologi global. Ini bukan sekadar fluktuasi pasar, melainkan sebuah transformasi fundamental yang didorong oleh Kecerdasan Buatan (AI).

Perusahaan Teknologi Besar Dunia Layoff Massal Gara-Gara AI! Apa yang Terjadi?

Sementara perusahaan raksasa merumahkan ribuan karyawannya, AI yang telah lama dipandang sebagai pemicu efisiensi kini semakin jelas terlihat sebagai salah satu penyebab pengurangan tenaga kerja. Namun, di sisi lain, AI justru memungkinkan lahirnya perusahaan-perusahaan bernilai miliaran dolar dengan tim yang sangat ramping dan efisien.  

Untuk memahami fenomena ini, penting untuk memahami perbedaan antara istilah terkait AI yang sering kita dengar, yaitu:

  • Kecerdasan Buatan (AI) adalah sebuah bidang ilmu komputer yang berfokus pada pengembangan mesin yang dapat berpikir, belajar, dan bertindak layaknya kecerdasan manusia. Ini mencakup kemampuan untuk memahami bahasa, mengenali pola, memecahkan masalah, dan membuat keputusan. 

  • Generative AI (GenAI): Sub-bidang AI yang fokus pada kreasi konten baru seperti teks, gambar, atau kode. Contohnya termasuk ChatGPT dan DALL-E.

  • Agentic AI: Sub-bidang AI yang dirancang untuk bertindak secara otonom. Sistem ini berfokus pada eksekusi serangkaian tindakan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan dan memiliki kapabilitas untuk membuat keputusan secara mandiri, sehingga meminimalkan intervensi manusia dalam prosesnya.

 

Fenomena PHK di Raksasa Teknologi 

Tren PHK di sektor teknologi terus meningkat secara dramatis. Setelah 264.220 karyawan terdampak pada 2023, tren berlanjut dengan 95.000 PHK di AS pada 2024. Hingga Mei 2025, lebih dari 61.000 pekerjaan telah hilang di lebih dari 130 perusahaan, termasuk raksasa seperti Microsoft, Google, dan Amazon.  

Selain software engineer, posisi yang rentan termasuk HR, content writer, customer service, dan analis. Ini bukanlah pemangkasan acak, melainkan restrukturisasi strategis untuk beralih dari pertumbuhan cepat ke efisiensi inti, dengan fokus investasi pada talenta di bidang AI. Laporan World Economic Forum (WEF) bahkan memproyeksikan 41% perusahaan global akan melakukan PHK pada 2030 karena otomatisasi AI.  

 

"Lean Unicorn Club": Sukses dengan Tim Ramping 

Di tengah PHK massal, muncullah fenomena kontras: "Lean Unicorn Club." Ini adalah sebutan bagi startup AI yang mencapai valuasi miliaran dolar dengan tim yang sangat kecil, seringkali hanya 20-50 karyawan. Filosofi mereka adalah "AI-First," di mana AI dibangun sebagai fondasi operasional bahkan sebelum merekrut banyak manusia.  

Contohnya, 10 startup AI teratas memiliki pendapatan per karyawan (RPE) rata-rata $3,4 juta, jauh melampaui rata-rata perusahaan SaaS tradisional ($610 ribu). Salah satu yang paling menonjol adalah Midjourney, dengan RPE mencapai $12,5 juta. Figure, startup humanoid AI, berhasil meraih valuasi $2.6 miliar dengan dukungan dari investor besar seperti Microsoft dan Nvidia.   

 

Masa Depan Pekerjaan: Kolaborasi Manusia dan AI 

Article1_Body Image2.png

 

Narasi tentang dampak AI pada pekerjaan seringkali didominasi oleh kekhawatiran akan kehilangan pekerjaan. Namun, data menunjukkan gambaran yang lebih luas, di mana AI juga menjadi pendorong signifikan bagi penciptaan pekerjaan baru dan transformasi peran yang ada.

Meskipun gelombang PHK di perusahaan teknologi besar mencerminkan pergeseran strategis menuju model bisnis AI-sentris dan pengurangan peran yang dapat diotomatisasi, ini hanyalah satu sisi dari koin. 

Fokus investasi agresif pada talenta di bidang AI menunjukkan adanya pergeseran, bukan kehancuran total pasar kerja. Laporan "Future of Jobs Report 2025" dari WEF memprediksi terciptanya 170 juta pekerjaan baru di dekade ini, meskipun 92 juta peran akan hilang, menghasilkan peningkatan bersih 78 juta pekerjaan. Pekerjaan baru akan muncul di bidang manajemen sistem AI, spesialis data, dan insinyur fintech.  

Meski AI unggul dalam kecepatan dan akurasi, ia tidak bisa menggantikan keterampilan unik manusia seperti kreativitas, empati, pemikiran kritis, dan kepemimpinan. Masa depan terletak pada kolaborasi, di mana AI menangani tugas repetitif, sementara manusia fokus pada tugas strategis.  

 

Apa yang harus dilakukan talenta masa depan?

Untuk tetap relevan, individu harus proaktif mengembangkan keterampilan "future-proof" yang sulit ditiru AI, seperti: 

  • Berpikir kritis dan pemecahan masalah  

  • Kecerdasan emosional dan kesadaran sosial  

  • Adaptasi dan pembelajaran berkelanjutan  

  • Kreativitas dan inovasi  

  • Kolaborasi dan komunikasi yang efektif  

 

Pada akhirnya, fenomena ini mencerminkan pergeseran strategis menuju model bisnis yang AI-sentris. AI bukanlah ancaman, melainkan alat pemberdayaan. Dengan mengembangkan keterampilan yang berpusat pada manusia dan kemampuan berkolaborasi dengan teknologi, tantangan ini dapat diubah menjadi peluang untuk masa depan pekerjaan yang lebih inovatif. 

 

Artikel Sebelumnya
Berlangganan buletin kami untuk pembaruan
Astra Digital

Quick Menu

Lainnya

© 2025 AstraDigital

Punya Pertanyaan?

Terhubung dengan kami

Globe