AstraSatu Indonesia

Digitalisasi Dunia

#WomanLeaderinTech: Fanly Tanto, Perempuan di Balik Google Cloud Indonesia ​

Studi Harvard Business Review (2019) menyebut partisipasi perempuan yang lebih tinggi pada suatu perusahaan bisa memberi banyak manfaat, antara lain daya tarik tinggi untuk menjaring talenta-talenta hebat, peningkatan produktivitas, hingga kenaikan laba. Namun, jalan para perempuan tersebut untuk bisa menempati posisi strategis menjadi pemimpin tidaklah mudah, dan penuh tantangan.

#WomanLeaderinTech: Fanly Tanto, Perempuan di Balik Google Cloud Indonesia ​

Di era digital saat ini, peran wanita tidak lagi terbatas pada urusan rumah tangga seperti mengurus keluarga saja. Namun, banyak dari wanita tersebut mengisi peran penting dengan menjadi pemimpin dalam bidang yang sering didominasi pria, seperti industri teknologi. 

Studi yang dilakukan oleh Boston Consulting Group (2020) menunjukkan kalangan perempuan di Indonesia yang bekerja di sektor industri teknologi baru 22 persen dari keseluruhan pekerja di sektor tersebut. Bahkan, hanya 15 persen saja yang menempati posisi C-Level atau Board Level pada perusahaan di industri yang sama. Salah satu tantangan yang sering kali dihadapi perempuan dalam industri teknologi adalah stigma bahwa perempuan tidak cocok dengan pekerjaan yang erat dengan hal teknik.     

Karenanya, keberadaan Women Leaders atau Female Leaders in Tech diharapkan dapat menjadi inspirasi bagi para wanita di seluruh Indonesia untuk terus mengembangkan diri dan mengejar impian mereka. Salah satu contoh suksesnya adalah Fanly Tanto, Country Director Google Cloud Indonesia. 

Bagaimana kisah perjalanan karir Fanly Tanto hingga berada di posisinya sekarang?

1.png

Jaga Galeri Seni hingga Meniti Karir di Industri Teknologi

Lulus kuliah dari University of East London Malaysia dengan mengambil double degree program Marketing dan Business Administration, Fanly mengawali karirnya dengan bekerja di bidang nonteknologi, menjadi penjaga sebuah galeri seni di Jakarta. 

"Begitu saya lulus kuliah, orang tua saya bilang, I won't give you any more money. You got survive your own begitu. Kalau mau pulang ke Jakarta juga harus pakai uang sendiri. Akhirnya saya jadinya yang cepat ya jaga galeri begitu," ungkap Fanly. 

"Jaga galeri literally yang jual lukisannya, terus yang membersihkan galerinya sampai yang tadi saya pernah cerita begitu, pernah nyapu-nyapu hampir setiap harilah ya supaya galerinya enak juga." 

 

Tak lama bekerja sebagai penjaga galeri seni, Fanly akhirnya berpindah ke industri teknologi yang kini membesarkan namanya. Ketika itu, ia menjadi Sales Assistant Manager di sebuah perusahaan Teknologi Informasi (TI) lokal.

 

"Saya ke dunia tech dan kebetulan jadi Asisten (Manager). Ngangkat-ngangkat tas, bawa-bawa makanan, kadang-kadang misalnya lagi meeting (dengan) customer beli kopi begitu, pokoknya hal-hal seperti itu, saya (terus) belajar sampai akhirnya jenjang karir saya meningkat dan ya seperti sekarang," ujar Fanly.

 

Saat menjadi asisten dari seorang Sales Manager di perusahaan IT tersebut. Fanly bercerita, hal yang rutin ia lakukan adalah mencatat dan mempelajari semua produk yang perusahaannya jual. Tak tanggung-tanggung, ia sering belajar hingga larut malam mengenai berbagai produk dan solusinya sehingga dapat menjadi jawaban atas masalah pelanggan.

 

Sebab menurutnya, penting bahwa produk yang ditawarkan itu dapat menjadi solusi bagi customer. "Saya melihat customer untuk membeli suatu produk itu dia mau tahu kamu apakah bisa addressing pain point-nya si customer tersebut begitu loh. Jadi kebanyakan kalo sales itu suka menawarkan tanpa tahu apakah sebenarnya itu kebutuhan si customer tersebut," kata Fanly.

Berkat ketekunannya belajar mengenai berbagai produk, dan solusinya tersebut. Fanly akhirnya memberanikan diri untuk mengajukan dirinya menjadi seorang sales. Hanya, permintaannya tersebut tak langsung dikabulkan oleh atasannya dengan berbagai alasan.

"General Manager saya bilang, kamu kan perempuan, nanti kamu digodainlah begitu. Segala macam, oh masih kecil, kamu nggak bisa apa-apa begitu. Jadi itu waktu itu saya umur 20, baru mulai (kerja), baru lulus kuliah ya. Tapi cukup bold begitu," cerita Fanly. 

Tapi Fanly tak patah arang, ia terus menyakinkan atasannya untuk mengabulkan permintaannya. Menurutnya, kekhawatiran atasannya tersebut tak akan terjadi, sebab Fanly tahu betul apa yang menjadi nilai dirinya. 

"Terus saya bilang, ya give me time begitu kan, sebenarnya untuk digodain atau enggak itu adalah pembawaan kita. Pembawaan kita itu bisa digodain atau enggak begitu loh. Dan kadang-kadang orang melihat apakah kamu value-nya untuk digodain? Apakah beneran ada value untuk memberikan solusi ke customer tersebut begitu," jelas Fanly.

Sukses menyakinkan atasannya, Fanly akhir dipercaya mengemban role barunya sebagai sales. Dalam perjalanan karirnya menjadi seorang salesperson. Ia menyadari bahwa seringkali customer tidak hanya melihat harga dari produk atau solusinya saja, namun juga penguasaan atas solusi yang ditawarkan, serta komunikasi yang baik dengan pelanggan.

"Kadang-kadang customer itu bukan melihat hanya dari sisi harga harga is one important point, tapi juga understanding of the solution is another point. Cuma diajak komunikasinya juga penting ya, apalagi kan kita ngomongin solusi teknologi itu panjang kan, untuk implementasi dan segala macamnya begitu," papar Fanly.

Usai menjalani karirnya sebagai seorang sales dengan sukses. Fanly pun akhirnya berkesempatan bergabung ke berbagai perusahaan internasional, bahkan seringkali Fanly menjadi orang Indonesia pertama yang memimpin lini bisnis perusahaan tersebut di Indonesia. 

"Saya biasanya suka buka lahan tuh, jadi kayak misalnya orang Indonesia pertama yang dipercaya untuk membuka perusahaan tersebut di Indonesia. Begitu kan (ketika) di Tibco, terus habis itu di Cloudera, begitu itu sebagai orang Indonesia pertama," tutupnya.

3.png

Hambatan dan Tantangan Perempuan Berkarir di Industri Teknologi

Fanly memaparkan tantangan, dan hambatan bagi perempuan untuk berkarir menjadi seorang leader di industri teknologi. Saat ini, kata dia jumlah perempuan yang menempati posisi sebagai pemimpin masih sedikit. 

Padahal, awalnya jumlah presentase perempuan dan laki-laki pada awal karir sama, namun jumlah tersebut pada akhirnya berbeda jauh dengan dominasi laki-laki.

"Kenapa women di leadership role terutama di teknologi itu sedikit. Sebenarnya kalau dari lulusan sekolah, begitu di beginning of the career, rasio terhadap wanita dan pria yang masuk ke dunia career itu sama. Tapi yang tengah-tengahnya itu lho yang mulai berguguran begitu lho. Kenapa Kenapa berguguran? Karena ada dua hal, yang pertama, ketika mereka di tengah-tengah karir pasti biasanya menuju jenjang pernikahan lalu kemudian punya anak," ungkap Fanly.

Lebih jauh, kata dia, seringkali tantangan, dan hambatan perempuan dalam berkarir justru datang dari dalam diri sendiri. Fanly menyebut hal itu sebagai Imposter syndrom, di mana bahwa banyak perempuan merasa tidak percaya diri dengan kemampuannya, dan akhirnya berujung takut untuk bermimpi tinggi. 

Karenanya, ia menekankan bahwa penting bagi perempuan memiliki support system yang baik, seperti mentor untuk membimbing ke level karir yang lebih tinggi. "Jadi saya nggak pernah berpikir saya akan jadi leader sampai manager, makanya penting banget punya mentor yang mendukung begitu ya," kata Fanly.

Mentor yang dirinya maksud bisa dari rekan kerja, atasan, buku hingga orang lain. "Dulu saya banyak belajar dari baca buku. Jadi dari baca buku, terus saya juga belajar dengan customer, customer (saya) kan biasa leader ya," kata Fanly. 

Fanly bercerita, sama seperti kebanyakan perempuan lainnya, awalnya ia juga merasa tidak percaya diri untuk mengemban suatu posisi atau tanggung jawab manajerial. Namun, berkat kepercayaan manager, dan dukungan rekan kerja yang baik, ia akhirnya mengambil tantangan tersebut.

"Jadi manager saya itu waktu itu nawarin. Kamu mau nggak jadi manager? Nah terus habis itu saya bilang, kayaknya saya nggak mampu deh untuk jadi manager. Saya percaya diri dengan saya sendiri, punya kontrol untuk saya sendiri, tapi saya nggak tahu kalau saya bisa become a good manager."

"Jadi hal seperti itu yang jadi concern saya, tapi my manager at that time trust me, jadi having a support system yang mendukung itu penting banget untuk seorang women di posisi leadership begitu," tutupnya.

4.png

Google Dukung Perempuan untuk Membangun Karir di Industri Teknologi

Google berkomitmen untuk terus mendukung dan membantu perempuan dalam berkarir melalui beragam inisiatif program. Menurut Fanly, salah satu program tersebut adalah Women at Google, yang merupakan wadah sharing atau berbagi berbagai hal untuk seluruh Google employee, dan terbuka untuk perempuan serta laki-laki sebagai supporter.

 

Sesi Women at Google tersebut digelar secara berkala dengan pengisi dan topik yang berbeda di setiap pekannya. Tak ketinggalan, Google juga menyediakan program training-training yang bisa diikuti oleh seluruh karyawan perempuan.

"Jadi Women at Google itu kadang-kadang related ke kerjaan, kadang-kadang nggak related ke kerjaan begitu. Tapi ke arah biasanya mentorship, sharing story, success story, inspirasional. Jadi biar Google employee bisa belajar begitu," kata Fanly.

 

Sebagai informasi, melalui program Bangkit Google membekali mahasiswa di Indonesia dengan berbagai keterampilan yang dibutuhkan beserta dengan sertifikasi teknologinya. Pada tahun 2021 lalu, 30 persen peserta program Bangkit  adalah perempuan. Lewat program Women Developer Academy Google juga mengajarkan keterampilan teknologi untuk perempuan di Asia Tenggara. 

 

Tak hanya itu, Google juga membantu perempuan mencapai potensi ekonomi mereka melalui program khusus, WomenWill, yang telah menyatukan 300 ribu pengusaha perempuan untuk saling menginspirasi, berbagi pengetahuan, dan belajar menggunakan alat digital untuk mengembangkan bisnis dari para ahli sejak pertama diluncurkan pada tahun 2018 lalu.

Nah, jadi penasaran dengan obrolan berbobot dan insight menarik lainnya? Ayo langsung tonton tayangan lengkapnya dalam DigiTalk spesial Women in Tech yang dipandu oleh Paul Soegianto, Chief of Group Digital Strategy Astra. Klik link-nya di sini ya! 

Artikel Sebelumnya
Berlangganan buletin kami untuk pembaruan
Astra Digital

Quick Menu

Lainnya

© 2025 AstraDigital

Punya Pertanyaan?

Terhubung dengan kami

Globe