Digitalisasi Dunia
Kompetisi AI Memanas: Kehadiran DeepSeek dari China yang Mengguncang Pasar
11 Feb 2025
Dominasi AI global memasuki babak baru! DeepSeek dari China hadir sebagai penantang serius di pasar, mengguncang raksasa teknologi dan bahkan mengancam nilai pasar NVIDIA. Apakah ini awal dari pergeseran kekuatan AI dunia?

Artificial Intelligence (AI) mulai dikenal sebagai bidang studi pada 1956 oleh John McCarthy dalam konferensi Dartmouth, namun perkembangannya baru menunjukkan lompatan besar pada 1997 ketika Deep Blue dari IBM mengalahkan juara catur dunia, Garry Kasparov. Momen ini menandai era AI yang mampu melampaui manusia dalam tugas spesifik.
Kemajuan terus berlanjut dengan hadirnya Siri pada 2011 dan AlphaGo pada 2016, yang mengalahkan grandmaster Go, Lee Sedol. AI kemudian berkembang pesat hingga memasuki era Large Language Model (LLM), yang merevolusi interaksi manusia dengan teknologi.
Titik balik terjadi pada 2022 dengan peluncuran ChatGPT oleh OpenAI, yang mengubah industri dengan kemampuannya memproses dan menghasilkan teks layaknya manusia. Tak lama kemudian, Microsoft menginvestasikan hampir 14 miliar USD ke OpenAI dan mengintegrasikan teknologinya ke dalam Copilot.
Google merespons dengan meluncurkan Gemini, yang unggul dalam pemrosesan multimodal untuk teks, gambar, audio, dan video secara simultan. Sementara itu, Meta memperkenalkan Llama sebagai model open source yang banyak digunakan oleh pengembang. Tak mau kalah, Amazon juga berinvestasi di Anthropic dan menghadirkan Claude, yang berfokus pada keamanan serta etika dalam AI generatif. Persaingan AI pun semakin ketat, mendorong inovasi yang terus berkembang pesat.
China Mengguncang Permainan dengan Kelahiran DeepSeek
Pada Januari 2025, Tiongkok meluncurkan DeepSeek, model AI open-source dengan harga subscription lebih terjangkau yang langsung mengguncang industri dan mengubah lanskap persaingan AI.
Salah satu dampak terbesar dirasakan oleh NVIDIA, yang mengalami penurunan nilai pasar hampir $600 miliar (17%) dalam satu hari—salah satu kejatuhan terbesar dalam sejarah pasar saham. Namun, meski DeepSeek menjadi faktor yang memicu kekhawatiran pasar, penurunan ini bukan semata-mata akibat peluncuran DeepSeek, melainkan kombinasi beberapa faktor, termasuk sentimen investor terhadap permintaan GPU di masa depan.
Sekilas, kehadiran DeepSeek mungkin tidak tampak sebagai ancaman langsung bagi NVIDIA, mengingat model ini tetap menggunakan GPU NVIDIA dalam proses pelatihannya. Namun, yang mengejutkan pasar adalah klaim bahwa DeepSeek hanya menghabiskan sekitar $5,6 juta dalam pengembangannya—angka yang jauh lebih rendah dibandingkan biaya pelatihan model AI seperti ChatGPT-4o atau Gemini, yang bisa mencapai $100 juta atau lebih. Bahkan, beberapa ahli memperkirakan biaya pengembangan model AI di masa depan dapat menembus $10 miliar.
Klaim biaya pelatihan yang sangat rendah ini menimbulkan pertanyaan besar: apakah AI benar-benar harus semahal itu? Namun, angka tersebut masih dalam tahap investigasi, karena beberapa sumber menilai jumlah yang disebutkan terlalu rendah dibandingkan estimasi aktual.
Meskipun belum terbukti apakah DeepSeek dapat mengancam dominasi NVIDIA dalam jangka panjang, pernyataan ini tetap mengguncang kepercayaan investor. Pasar yang sebelumnya optimis terhadap lonjakan saham NVIDIA berkat tingginya permintaan GPU untuk AI kini mulai mempertanyakan seberapa besar industri akan terus bergantung pada teknologi mahal NVIDIA di masa depan.
Performa DeepSeek Dibanding Kompetitornya
DeepSeek-R1 diuji dalam berbagai aspek penting, termasuk matematika (AIME 2024, MATH-500), pemrograman (Codeforces), pengetahuan umum (GPQA Diamond), penalaran (MMLU), serta verifikasi perangkat lunak (SWE-bench Verified). Dalam tes matematika dan pemrograman, DeepSeek-R1 menunjukkan performa unggul dibandingkan model pesaing seperti OpenAI o1, dengan skor 79,8% dalam AIME 2024 dan 96,3% dalam Codeforces, yang menunjukkan efisiensi tinggi dalam menyelesaikan tantangan teknis.
Di sisi lain, dalam pengetahuan umum dan penalaran, DeepSeek-R1 juga menunjukkan hasil kompetitif, dengan skor 71,5% dalam GPQA Diamond dan 90,8% dalam MMLU, meskipun masih sedikit tertinggal dibanding model pesaing (lihat pada gambar). Dalam verifikasi perangkat lunak (SWE-bench Verified), DeepSeek-R1 meraih 49,2%, unggul tipis dari OpenAI o1. Secara keseluruhan, DeepSeek-R1 tampil kuat dalam tugas-tugas berbasis logika dan teknis, menjadikannya salah satu model open-source paling efisien dan kompetitif saat ini.
Namun, beberapa sumber menunjukkan bahwa model ini masih memiliki tantangan, seperti kecenderungan memberikan informasi yang tidak akurat dan tingkat non-respons yang tinggi, yang sebagian besar dipengaruhi oleh sensor di China.
DeepSeek Memicu “Perang”, Bukan Hanya di Luar, tetapi Juga di Rumah Sendiri
DeepSeek tidak hanya memanaskan persaingan di dunia AI global, tapi juga memanaskan persaingan di dalam negeri.
ByteDance, pemilik TikTok, langsung bergerak cepat dengan memperbarui model AI mereka yang diberi nama Doubao-1.5-pro, hanya dua hari setelah DeepSeek-R1 dirilis. Mereka bahkan mengklaim bahwa model AI terbaru mereka lebih pintar dari OpenAI o1 dalam AIME, sebuah tes untuk menguji kemampuan AI dalam memahami dan merespon instruksi kompleks
Tidak ingin kalah, sembilan hari setelah DeepSeek R1 dirilis, Alibaba juga meluncurkan AI baru bernama Qwen2.5-Max. Mereka mengklaim bahwa model ini lebih unggul dari GPT-4o (OpenAI), DeepSeek-V3, dan Llama-3.1-405B (Meta) hampir di semua aspek. Hal ini diumumkan langsung oleh unit cloud Alibaba lewat akun WeChat resminya. Model ini sudah tersedia di platform Alibaba Cloud Bailian, di mana pengembang bisa langsung berinteraksi, menguji, dan mengintegrasikan kemampuan Qwen2.5-Max ke dalam aplikasi mereka.
Menurut Alibaba, Qwen2.5-Max bisa menjawab pertanyaan lebih akurat, lebih cepat dalam menulis kode, serta lebih baik dalam memahami berbagai jenis tugas dibandingkan model AI lain yang sudah ada. Dengan kemampuan ini, Alibaba berharap bisa menyaingi DeepSeek dan AI lainnya.
Kompetisi di dunia AI China makin panas, terutama karena DeepSeek menawarkan harga yang super murah—hanya 1 yuan ($0.14) per juta kata atau perintah, dibandingkan dengan OpenAI yang mematok harga $10 untuk jumlah yang sama. Dengan harga serendah ini, Alibaba dan ByteDance harus berinovasi lebih cepat supaya tidak kalah bersaing.
AI Sekarang Bisa Berjalan di Chip Murah, Perlukah Beli GPU Mahal Lagi?
AI tidak lagi sepenuhnya bergantung pada perangkat keras mahal. Semakin banyak perusahaan mengeksplorasi chip yang lebih hemat biaya, menantang anggapan bahwa GPU premium adalah satu-satunya pilihan.
DeepSeek, misalnya, berhasil melatih model AI-nya dengan NVIDIA H800, versi H100 yang lebih murah untuk pasar China dengan spesifikasi dipangkas akibat regulasi ekspor. H800 memiliki kecepatan transfer data antar-chip 300 GBps, hanya separuh dari H100 yang mencapai 600 GBps. Namun, optimasi perangkat lunak membuatnya tetap kompetitif.
Meski chip hemat biaya mulai digunakan untuk model AI ringan, GPU kelas atas seperti NVIDIA H100 dan AMD MI300 masih dibutuhkan untuk pelatihan skala besar. Ekosistem perangkat lunak yang dioptimalkan, seperti CUDA dan TensorRT dari NVIDIA, juga memberikan keunggulan signifikan.
Namun, jika inovasi seperti DeepSeek terus berkembang, bukan tidak mungkin industri AI mulai bergeser ke solusi yang lebih murah dan fleksibel. Apakah ini awal dari era di mana AI canggih bisa dikembangkan tanpa bergantung pada GPU mahal?
Apakah Dinamika Persaingan AI Akan Berubah?
Nassim Nicholas Taleb, pencetus Black Swan Theory, menyebut kemunculan DeepSeek dan jatuhnya harga saham NVIDIA sebanyak 17% dalam satu hari sebagai peristiwa "Black Swan" dalam industri AI—kejadian langka dan tak terduga yang mengguncang tatanan yang selama ini dianggap stabil. Menurut Taleb, ini baru awal dari perubahan besar yang akan datang.
Sebelumnya, banyak yang percaya bahwa membangun model AI canggih hanya bisa dilakukan oleh perusahaan besar dengan anggaran miliaran dolar. Namun, DeepSeek muncul secara tiba-tiba dengan model open-source berkualitas tinggi yang dikembangkan dengan biaya jauh lebih rendah. Di tengah berbagai sanksi teknologi dari Amerika Serikat dan sekutunya, China justru muncul sebagai inovator utama, menantang dominasi raksasa teknologi global.
Jika tren ini terus berlanjut, persaingan di dunia AI bisa mengalami pergeseran besar dalam waktu dekat. Perusahaan-perusahaan teknologi besar mungkin harus menghadapi kompetitor baru yang lebih gesit dan hemat biaya, yang berpotensi mengubah dinamika industri secara drastis.
Kini, pertanyaannya bukan lagi siapa yang memimpin AI, tetapi bagaimana masa depan AI akan terbentuk—apakah tetap dikuasai oleh segelintir perusahaan besar atau menjadi lebih terbuka dan dapat diakses oleh lebih banyak pihak?
Jika inovasi seperti DeepSeek terus berkembang, perubahan dalam industri AI bisa terjadi lebih cepat dari yang kita bayangkan, membawa kita menuju era kecerdasan buatan yang lebih inklusif dan demokratis.